“betapa cinta itu benar-benar gila
selautan garam bisa jadi gula
putri malu tajam saja bisa jadi bunga”

gila. gila.

nah, ambil saja hati aku
tapi jangan sekali-kali kau coba rangkul kalau cuma mau meraciknya di angin lalu

ambil saja jiwa aku
jangan sekali-kali kau coba peluk kalau kau tak bisa untuk merindu

gila.

Posted from WordPress for trijokos.

Melamun kadang juga mendatangkan inspirasi.

Posted from WordPress for trijokos.

Sedingin salju, begitulah aku meengartikan senyummu padaku. Dan akupun tak mampu menjelaskannya pada diri ini.

Begitu syahdu bila kita duduk di samping orang yang kita sayangi dan cintai.

Bukan sejauh mana aku mengenalmu
Bukan sedalam apa aku menyayangimu
Bukan setinggi apa aku mencintaimu
Aku hanya ingin mencintaimu dengan cintaku Sendiri

Aku masih berharap mendengar suara-suaramu
Selebihnya hanya malam yang ingin menjawab
Entahlah…
Aku mulai mengerti tentang indah senyummu
Begitulah… Dan hanya seperti ini

Bbbrrrrrrrrr………
begitu sejuk yang berlebihan

Menjelang tutup tahun 2012
Masih banyak resolusi-resolusi yang belum tercapai
Masih banyak kekurangan-kekurangan yang belum terpenuhi
Masih banyak pula keinginan-keinginan yang belum terwujud
Hhhmmmm…
Entah itu masalah besar atau tak perlu di permasalahkan
Hhhmmmm..
Sembari menarik nafas panjang, akupun ingin menjadi yang terbaik
Aku masih ingin melangkah
Dan
Akupun ingin tetap tersenyum

Selamat mejelang tahun 2013
Sukses buat kita semua

Seperti yang lainnya yang hanya ingin menjadi penonton,
Namun selebihnya aku ingin menjadi pemenang.
Sselain hanya sebagai penonton

Selama aku masih menghembuskan nafas, aku ingin selalu tetap berjalan dalam kebaikan

Mulai senja di dadaku
Mulai gelap di benakku
Lelah, apakah aku harus lelah
Tak banyak yang di lakukan selain menunggu
Menunggumu di sela-sela rintik hujan
Aku dan hujan
Kamu dan hujan
Tak banyak yang di nanti saat hujan tiba
Tak banyak yang di tunggu di sela rintiknya
Mulailah hujan yang menunggumu.
Tak apa
Biarlah hujan yang melindungimu
Biarlah hujan yang memayungimu
Basah pula yang menghangatkanmu
Karena hujanpun tak bisa membawamu
Kembali
Kembali seperti sedia kala
Hujan, basah, lelah

Ketika petir kembali mencibir, sesaat awan mendung ingin melepaskan dekapan hujan.
Menggelegar seakan mencabik cabik raut wajah bumi
Antara kerelaan yang tak begitu relanya.
Seperti raungan bayi yang di lepaskan dari pelukan ibunya,
menjerit pun bergelinjangan.
Sesekali, hujan memejamkan matanya, rintiknya mulai meleleh di wajahnya.
Menggelegar, amarah petir semakin menjadi
Rintikan itu semakin menderas.
Sepertinya, pelukan awan mendung kian terlepas.
Sang bumipun dengan segala ketulusannya.
Menggunakan bahunya untuk sandaran sang hujan.
Hembus angin sesekali menyanyikan nada riang yang menggetir.
Ranting pohon berlenggok menari nari
Seakan ikut merayakan keriangan sang hujan.
Di teras rumah, aku memperhatikan simphoni air mata bahagia dengan segala perayaannya.
Seakan ingin beranjak, namun kaki enggan melangkah.
Sebab perayaan ini menandakan musim yang telah berganti,
Bukan tentang ketidakrelaan awan mendung memeluk sang hujan.
Sebab kini, hujan mulai dewasa,
Yang semestinya sudah harus di lepaskan.

Hari masih gelap, ketika Satiri pulang,
jam 4 pagi di musim penghujan,
Sebelas tahun kemudian.

Di terminal bus yang tak dikenali lagi arah jurusan pulang, di ruang tunggu itu tak bisa ia baca beberapa coretan spidol yang menyela di antara tempat duduk.

Hanya di lihatnya seorang perempuan dengan stelan kemeja kasual menaiki bus lewat pintu depan.

Dan Satiri tak tau pasti apakah perempuan itu bernyanyi di antara desau  suara knalpot bus yang mulai berkarat.
Apakah ia bahagia.

Atau hanya ingin menemani seorang kakek renta yang sedari tadi duduk di antara kursi penumpang dengan tatapan menjauh.

Satiri, ia pernah kenal pagi gelap seperti ini, pagi yang dulu tak menghendakinya pulang.

Selama angin merekatkan gerimis, dengan menunduk ia tak berani menatap jauh ke depan.

Aroma kopi pada warung dekat ruang tunggu.
Aroma rokok keretek yang menyelinap di antara gerimis yang mulai pekat.

Tiga jam,terminal bus itu mulai ramai, hanya diam, sesekali Satiri menghela nafas. Dan sepertinya ia tidak bisa menemukan jalan pulang.

Ia menengadahkan wajahnya, tapi dilihatnya hujan beraroma gemuruh petir mulai menggema.
“Mungkin ia bahagia.” dengan mengernyitkan alis, kalimat itupun terucap.

Sebelas tahunpun berlalu.
 
Akhir Mei 2014
@teh_jeruk